Rabu, 22 Juni 2016

Ya!

Hari ini aku mendapat pelajaran baru. Tadi pagi satu pesan masuk melalui ponsel Ibuku. Mengabarkan bahwa seorang teman ku mengirim pesan bahwa hari ini ada rapat untuk mempersiapkan sebuah acara temu alumni di beberapa hari mendatang. Aku tak peduli. Ibu menyodorkannya padaku, dan aku membacanya. lalu meletakkannya. Begitu saja. Tak ada yang perlu dibalas ataupun ditanggapi, toh, Ibu sudah membalasnya dengan menjawab akan menyampaikannya padaku. Apalagi?
Malas aku kembali ke kamar, membaca novel, membalas chat, dan memeluk guling tentunya. Ibu datang. berbaring di sampingku. Aku tak ambil peduli.
"Kapan kau bisa keluar kamar? Bersosialisasi. Tidak kamu, adikmu. Sama saja. Tak ada yang mau disuruh bermain ke luar. "
Halah. Ini liburan kami. Untuk apa repot-repot memikirkan yang tidak-tidak.
"Sana bersiap-siap," kata Ibu.
"Untuk apa?" Jawabku.
"Untuk rapat tentunya."
"Aku tak akan datang."
"Kau tahu? Ibu baru saja mengikuti Reuni Fakultas Ibu. Ibu bela-belain naik bus ke Malang."
Lalu apa peduliku? Itu sama sekali bukan urusanku. Aku memejamkan mata berusaha terlelap. Samar-samar terdengar Ibu bilang, "awalnya memang sangat malas, tapi kau akan sangat bahagia saat bertemu teman lamamu."
Aku masih saja diam.
"Ibu akan kasih  uang saku lebih untukmu. Segera mandi."
Aku masih saja diam. Ah, andai Ibu tahu. Mereka sudah berbeda sekarang. Anak-anak SMA favorit di Kota, juga semakin tampan dan cantik pastinya, dan pasti pintar-pintar. Tidak sepertiku. Coba saja Ibu mengerti, bahwa aku terlalu buruk untuk bergabung bersama mereka lagi. Intinya, kami sudah beda jalan, beda jalur, beda dalam segala hal. Lebih-lebih aku anak pesantren, tahu apa soal dunia luar. badanku membesar, menyeramkan, dan berjerawat. Ah! Demi apa aku datang? Aku tak mau.
Aku terbangun. Ya, aku tertidur. Tiba-tiba aku sudah mandi, berpakaian rapi dan siap untuk pergi. Rapat mulai jam 10.00, ini jam 10.17. Aku terlambat.
"Sudahlah tak apa. Seperti tak tahu kebiasaan Indonesia saja."
Aku sampai di sekolah sekitar jam setengah sebelas. Seseorang melambaikan tangan ke arahku. Buram. Lagi. Ia menggoyangkan tangannya sekali lagi. Aku mendekat. Amboi! Itu Indira. Tak ada yang berbeda. Ia tetap seramah 3 tahun yang lalu.
Cukup lama. Beberapa anak lain datang. Kami naik ke aula. Banyak yang berubah dari sekolah lamaku. Lebih besar, lebih menarik untuk dihuni. Ah, sejatinya ilmu tidak didapat di istana yang megah, tapi diberikan bagi orang yang haus akannya.
Rapat dimulai. Hanya ada beberapa gelintir dari panitia yang seharusnya ada. Aku berani bersumpah, bahwa aku tak tahu apapun dari acara yang akan ada nantinya. Menyimak dan mendengarkan. Tak banyak hal yang bisa ku lakukan selain  berpikir untuk berusaha membantu, setidaknya; satu tugas untukku. Bahkan saat bagi tugaspun, hanya aku saja yang tak mendapat bagian. Sama sekali.
Aku yakin, ke19 teman baikku telah mempersiapkan ini dengan sangat baik. Mungkin hanya aku yang tak berpartisipasi, lagi-lagi sama sekali. Sungguh tidak menyenangkan.
Ada yang mendapat jatah membuat teh panas, memastikan pemateri, bertugas menjadi MC, ada yang menyiapkan banner dan segala perlengkapannya. Belum lagi membuat pin, stiker, tanda pengenal dan banyak hal yang entah mengapa menurutku hebat. Aku tak tahu menahu soal kehidupan anak SMA kecuali yang aku baca di ask.fm atau yang aku simpulkan dari unggahan foto anak-anak seumuranku di instagram. Ternyata begini, ya. Mungkin menurutmu ini berlebihan, SMA jauh lebih keren dari pada SMP.  Kembali lagi. Aku tak mendapat tugas apapun.
Aku menawarkan diri untuk menggantikan tugas seorang teman membeli kado untuk doorprize. Bukan tugas yang berarti, tapi setidaknya, ku harap: membantu.
Abaikan tentang semua yang aku tulis tadi. Tiga tahun ternyata begitu cepat.Tak banyak yang berubah. Bahkan mungkin tak ada kecuali umur kami yang menua. Dan sisanya, semua masih saja sama. Tak ada sombong atau apapun yang menyekat pertemanan kami. Mereka masih dengan karakter yang sama. Menyenangkan, apa adanya, dan tidak seserius orang-orang di pondok ku. Aku bangga mengenal mereka. Terserah apa kau kata. Tapi itu yang ku rasa. Tak ada yang berbeda, setelah tiga tahun tak berjumpa.
Ibu benar. "Kau akan sangat senang saat bertemu dengan teman lamamu".

Kamis, 31 Juli 2014

Dengan Segala Kebingungan

Lagi-lagi aku harus berfikir bahwa semua akan baik-baik saja. sebaik dan seindah dulu saat kita bersama. Namun nyatanya segalanya telah berubah dan berganti warna. Aku dengan segala keterbatasanku memilih untuk membuka gerbang berbeda dengan kalian, memilih untuk masuk ke sebuah kesederhanaan dimana Nabi kita ada di dalamnya. sedang kalian memilih hidup untuk tetap seperti biasanya. Dengan seragam putih abu-abu. Dengan motor baru dan kehidupan-kehidupan yang lebih menyenangkan dari apa yang telah kita lalui di Permata. Yang ku tahu, ini adalah bagian dari segaris takdir tuhan untuk aku dan kalian.

Lagi-lagi aku iri. Iri dengan tawa kalian yang tergambar nyata di sosial media. Ini menyakitkan. Melihat kalian melengang bebas di atas jalanan Kota Mojokerto dengan motor-motor kalian. Melihat kalian men-drible bola di stadion DBL Arena. Melihat kalian memasuki fase yang begitu berbeda dengan aku. Melihat kalian mengenakan seragam putih abu-abu saja begitu menusukku. Sebahagia itukah kalian kini?

Kalian yang dulu hanya sebatas anak sekolahan swasta terbaik kini telah berubah wujud menjadi anak SMA terbaik. Kalian yang begitu enaknya menjajaki ubin-ubin KFC dengan bebas. Kalian yang begitu up to date dengan semua hal baru. Lagu-lagu baru, fashion baru, ataupun menikmati kurikulum baru. Andai kalian tahu, aku begitu sesak atas apa yang kalian dapatkan. Tapi apa daya, pilihan telah ku tetapkan, dan tuhan tak lagi beri aku kesempatan untuk menentukan pilihan.

Aku. Masuk pada sebuah pesantren yang tak terlalu besar. Dengan batas-batas yang menyakitkan, pikirku. Aku dengan jubah hitam bertudung cadar menyusuri jalanan kota dengan pandangan yang tak mengenakkan. Aku dengan lingkungan aliran Al-Islam. Aku dengan keluarga aktifis PKS. Ketika kalian tengah bercakap-cakap dengan dunia baru, aku tertakdir untuk memilih paham yang harus ku anut. Membedakan paham yang terbaik untuk bisa ku jalani. Kurasa aku terlalu dini untuk bisa memilih antara salaf, al-islam, dan PKS. Ini rumit. Sedang orang tua ku membiarkanku melangkah tanpa bimbingan. Mereka pikir aku sudah cukup dewasa untuk bisa membedakan antara benar dan salah. 

Aku begitu ingin menghabiskan belasan tahunku yang tersisa di pesantren. Alasanku sederhana, agar aku bisa menjawab pertanyaan malaikat kubur tentang waktu di masa muda ku, itu saja. Namun perasaan dan logika tak lagi berjalan seiring. Aku ingin berbagi tawa dengan putih abu-abu itu meski aku tak pernah tahu untuk apa aku menginginkan itu. Aku juga ingin mengecap bangku kuliah tanpa perlu menundanya dua tahun. Namun logika ku menyangkalnya. Memaksaku untuk bisa lebih unggul dari kedua adikku yang dua tahun lagi mendapat jaminan hafal 30 Juz. Lagi-lagi orang tua ku menyerahkan keputusan ditangan ku, ingin menjejaki SMA atau meneruskan kehidupan pesantren ku. Tentu saja aku memilih pesantren. Tetapi liburan seperti ini begitu menyiksaku. Menyiksaku untuk sebuah perbedaan yang terlampau jauh dengan kawan sebayaku pada umumnya.

Aku telah berusaha untuk memahaminya. Memahami perbedaan dengan menikmati apa yang ada di hadapan. Aku akan terus memaksa perasaanku bahwa pesantren adalah hal terbaik yang digariskan tuhan untukku. Aku akan tetap berjalan pada jalan yang telah ku genggam. Ku acuhan saja soal paham, karena aku yakin, tuhan akan membantuku memilihnya pada waktu yang telah ditetapkanNya.

Sabtu, 22 Juni 2013

Graduation


Dan kita pun ngobrol sepanjang malam tentang sisa hidup kita
. Akan di mana kita saat berusia 25. Aku terus berpikir waktu takkan berubah. Terus berpikir segalanya akan selalu sama. Tapi saat kita tinggalkan tahun ini, kita takkan kembali lagi. Tak ada lagi nongkrong-nongkrong karena jalan kita berbeda. Dan jika ada sesuatu yang ingin kau katakan. Sebaiknya katakan sekarang karena tak ada hari lain. Karena kita kan melangkah dan kita tak bisa pelankan langkah. Kenangan ini terputar seperti film tanpa suara. Dan aku terus terpikir akan suatu malam di bulan Juni itu. Saat itu aku tak banyak tahu tentang cinta, tapi ia datang begitu cepatnya. Dan ada kau dan aku, dan lalu benar-benar tak jelas. Di rumah saja berbincang di telepon dan Kita 'kan begitu senang, kita 'kan begitu ketakutan. Menertawai diri sendiri dan berpikir hidup ini tak adil. Dan beginilah rasanya. Saat kita melangkah, kita teringat. Waktu yang kita lewati bersama. Dan saat hidup kita berubah, apapun yang terjadi. Kita kan berteman selamanya . Jadi jika kita punya pekerjaan besar dan kita hasilkan banyak uang. Saat kita mengenang, akankah candaan itu tetap lucu? Akankan kita tetap ingat segala yang kita pelajari di sekolah. Masih terus mencoba melanggar setiap aturan. Akankah si bodoh Bobby jadi pialang saham?. Akankah Heather dapatkan kerja yang takkan halangi kulit sawo matangnya? Aku terus berpikir ini bukanlah perpisahan. Terus berpikir ini saatnya untuk terbang. Dan beginilah rasany. Kita kan berteman selamanya. Akankah kita berpikir tentang hari esok seperti pikiran kita sekarang?. Bisakah kita pertahankan itu? Bisakah kita mengatasinya. Kukira pikirku ini takkan pernah berakhi. Dan tiba-tiba rasanya kita perempuan dan lelaki dewasa. Akankah masa lalu jadi bayangan akan terus ikuti kita?. Akankah kenangan ini pudar saat kutinggalkan kota ini. Aku terus berpikir ini bukanlah perpisahan. Terus berpikir ini saatnya tuk terbang

Selasa, 28 Mei 2013

cerita tak bernama, dari fams yang gak punya nama

dulu gue punya fams, namun gak bertahan lama. menurut gue, fams itu keren.

gak tahu kenapa gue pengen nge-RT tweet nya dina (re: fams?rt). yeah, akhirnya dia konfirmasi. meskipun pada akhirnya, dia gak pernah ikut mention-mention, padahal dia foundernya, aneh.

setahu gue, gak ada satu pun dari anggota fams yang nyatet tanggal berapa fams terbentuk, termasuk gue. beda sama fams-fams lainnya.

tapi gue seneng kenal mereka: Dina, Kak Adel, Andin, Veren juga Apry. gue paling deket sama Veren, cocok tepatnya. dan itu ternyata salah, ah, lupakan.

suatu ketika gue nge-RT join fams nya Kak Lilu, tapi beberapa hari kemudia gue mundur. alasannya, gue gak yakin bisa temenan baik sama dua fams. gue gak boleh serakah. ya-ya, akhirnya gue bisa selesein masalah fams baru gue secara damai. gue resmi keluar.

yang gue tahu, Veren sama Apry punya fams lain selain fams-an sama gue. gue iri sama mereka.

saling sapa, tanya kabar, saling canda, pasang emot faked. gue nyaman sama mereka, semoga mereka juga nyaman sama gue. gue yakin, suatu saat nanti bakalada badai diantara fams gue. entah apa, gue gak tahu, dan yang pasti gue nggak nunggu.

ini hubungan kekerabatan. setiap hubungan pasti ada gejolak juga hambatan. begitu juga persahabatan. namun yang pasti, masalah yang menerpa bukan cinta segitiga yang biasa ada di novel-novel atau FTV kacangan.

ada tempat buat mereka di hati gue.gue nyaman banget sama mereka. gue sama mereka emang beda, beda agama, beda latar belakang. tapi gue yakin, kita bakal bisa tetap bersama.

namun malam itu tiba.gue, veren,andin begadang. saling tertawa, bercanda, haha-hihi, gak pentinglah pokoknya.-.v

gue dibully habis an.dan ini bukan masalah bagi gue yang emang suka bercanda.katanya; gue ikan busuk, kepo, banyak salah. padahal tujuan gue cuma satu, bikin mereka tertawa diujung sana. namun gagal.

yeah! gue tahu gue gak sempurna. jadi wajar kalau akhirnya Veren nyumpah-nyumpahi gue. sumpah gue manusia, gue bisa sakit hati.

bukannya gue bela diri gue sendiri. tapi pada akhirnya, gue ladenin omongan Veren. gue tahu dia gak lagi bercanda, dan gue sakit hati.gue tahu dia bener-bener muak sama gue. dan inilah keslaahn terbesar gue.

hingga akhirnya, Veren sampai di puncaknya. dia mutusin keluar dari fams. pulsa gue habis. gue gak bisa balas mention mereka. di luar hujan nggak  mungkin beli pulsa.

gue ngerasa bersalah banget. gue udah hancurin fams. ini masalah yang datang, yang gak pernah gue tunggu kehadirannya. namun mau nggak mau, gue harus jalani ini, mungkin sendiri, mungkin bersama.

gue gak tahu disana Veren sedang apa. mungkin misuh-misuh sama gue, ngumpatin gue, do'a ini gue gak lulus UN. dan semoga itu gak terjadi. sumpah gue nyesel.

tapi inilah resiko. resiko dari nge-RT join fams-nya Dina. ya gue harus terima resiko, jangan lepas gitu aja layaknya pecundang. yah meski gue emang pecundang.

veren, gue yang mulai bercanda. gue minta maap sebesar-besarnya.meskipun maap gue lo tolak, gue gak masalah. lo benci gue, gue rela. ya beginilah gue, banyak salah.


Kak Adel; makasih udah bijak banget sama gue.

Andin; Bercanda lo seru!;D

Apry; Gue seneng kenal sama lo.

Veren; Maafin gue.

Dina; Gue pengen lo balik ke fams!=)

entah apa yang terjadi nantinya. gue tahu ini saatnya nunggu. nunggu tangan tuhan beregerak buat fams kita. biarin waktu yang nunjukin, seperti apa ending petualangan kita.

Life, Laugh, Love. I really missed our fine!=))

Salma Amatullah,
Ketika hujan reda, saat ponsel kehabisan pulsa..